JAKARTA — PT Mahakarya Agung Putera diminta untuk menyiapkan proposal perdamaian yang optimal, dengan mengakomodir keinginan konsumen selaku kreditur dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) perusahaan itu.
Perusahaan pengembang itu dimohonkan PKPU oleh para konsumennya karena dinilai ingkar janji tidak melakukan serah terima kunci apartemen.
Adapun, pemohon PKPU yakni Marlita Tedy, Ratna Nirmala Muradinata, dan Dicky Johan. Ketiga pemohon tersebut, meminta kepada Mahakarya Agung Putera (MAP) mengajukan permohonan PKPU dengan perkara No. 159/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.
Henry Krisman Nababan, kuasa hukum para pemohon mengatakan, kliennya mengajukan permohonan PKPU karena MAP tak kunjung menyelesaikan pekerjaan pembangunan apartemen Grand Eschol Residence dan Aston Karawaci City Hotel, padahal konsumen sudah membeli unit secara lunas.
“PKPU ini untuk kepentingan konsumen supaya ada kepastian hukum, hak-hak kreditur dipenuhi. Kalau klien saya, sudah lunas membeli 3 unit apartemen dan kondotel sekitar tahun 2014-2015-an, tetapi sampai janjinya Desember 2016 belum ada tanda-tanda serah terima,” kata Henry usai rapat kreditur pertama PKPU Sementara, Senin (10/12).
Dari pantauan Bisnis, puluhan konsumen pembeli apartemen Grand Eschol Residence dan Aston Karawaci City Hotel hadir mengikuti rapat kreditur pertama PKPU Sementara di PN Jakarta Pusat, setelah pengadilan memutuskan Mahakarya Agung masuk dalam belenggu PKPU pada 28 November 2018 lalu.
Pengacara dari kantor hukum HK and Associates ini mengharapkan agar debitur dapat optimal memberikan rencana perdamaian terbaiknya agar keinginan konsumen atau kreditur dapat terpenuhi.
“Kami pokoknya, melihat isi proposal perdamaian yang adil. Selama semua kreditur sepakat, saya pikir itu adalah upaya terbaik debitur. Ya, paling penting buatlah proposal yang menjamin hak seluruh konsumen,” ujarnya.
Salah satu konsumen yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa dia membeli satu unit apartemen pada 2014 dan telah membayar dengan lunas, tetapi hingga sekarang belum bisa menempati apartemen karena pembangunan belum selesai.
“Alasan mereka, bilang akan membangun. Alasannya juga klasik, ada investor lah yang akan membangun. Janji mereka 3 tahun pembangunan, dari 2013-2016. Saya pegang perjanjian kesepakatan dengan mereka [debitur],” kata dia.
Sejumlah konsumen mengatakan, ada yang membeli 1 unit apartemen mulai dari harga Rp400-an juta, Rp500-an juta hingga Rp600-an juta, tergantung kelas masing-masing unit apartemen.
Sementara itu, Vanly Vincent Pakpahan selaku Kuasa Hukum PT Mahakarya Agung Putera berharap agar PKPU yang membelenggu kliennya dapat berakhir dengan perdamaian.
Menurut dia, pihaknya telah berjanji menyelesaikan pembangunan apartemen. “Kami sudah mengajukan proposal perdamaian, kami terbuka jika ada masukan kami terima dan kami mengusahakan yang terbaik untuk semua kreditur,” ujar Vanly.
Di sisi lain, pengurus PKPU Mahakarya Agung Putera Paulus Lubis mengatakan, niat debitur menyerahkan proposal perdamaian dalam rapat kreditur pertama PKPU Sementara merupakan iktikad baik debitur.
Kendati demikian, menurutnya, pengurus meminta supaya debitur memperbaiki proposal perdamaian supaya lebih optimal, sehingga diterima oleh kreditur dan berujung pada perdamaian.
“Kami minta diperbaiki, lebih detail lagi memasukkan usulan-usulan kreditur. Tidak hanya konsumen, ada supplier, dan vendor,” ujar pengacara dari kantor hukum Lubis Joseph and Partners Attorneys at Law Receiver and Administrator for Bangkruptcy ini.
Yanuarius Viodeogo | 11 Desember 2018 02:00 WIB.
Dimuat di: bisnis.com